Sebuah organisasi internasional pecinta
lingkungan hidup, Greenpeace, berusaha mencegah kerusakan hutan di
wilayah Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya di
areal habitat orangutan.
Greenpeace, Senin (10/3)
membentangkan spanduk besar tepat di tengah kegiatan penghancuran
habitat orangutan di lahan konsesi PT Multi Persada Gatramegah (MPG),
demikian email Wirendro Sumargo seorang Jurukampanye Hutan Greenpeace
Indonesia, di Kalsel, Selasa (11/3).
Dijelaskan
dia, PT MPG adalah pemasok minyak sawit untuk Procter & Gamble
(P&G) yang menegaskan produsen shampo terkenal Head & Shoulders
ini terbukti terlibat dalam melenyapkan hutan hujan Indonesia.
"Indonesia
adalah surga bagi harimau Sumatera, orangutan serta sejumlah satwa
dilindungi namun P&G telah mengubahnya menjadi neraka, ketika
perusahaan ini terus membiarkan rantai pasokannya terkait dengan minyak
sawit kotor yang diperdagangkan oleh Musim Mas seperti yang berasal dari
konsesi PT MPG di Muara Teweh, Kalteng ini," ujar Wirendro Sumargo.
Belasan
aktivis Greenpeace bersama masyarakat adat Desa Karumuan, Barito Utara,
Kalsel membentangkan spanduk bertuliskan "Head & Shoulders
menghilangkan ketombe dan melenyapkan hutan hujan di atas pembukaan
hutan untuk perkebunan kelapa sawit".
Berdasarkan
analisa Landsat, deforestasi di konsesi PT MPG telah terjadi sejak
tahun 2012 dan terus berlangsung hingga saat ini termasuk di wilayah
High Conservation Value (HCV), rumah bagi sejumlah satwa langka yang
seharusnya dilindungi.
Sektor minyak kelapa
sawit saat ini adalah satu-satunya pendorong terbesar deforestasi
Indonesia, terhitung sekitar seperempat dari seluruh hilangnya hutan
atau sekitar 150 ribu hektare setiap tahunnya.
Biaya
produksi sawit yang tidak bertanggungjawab dan tidak di atur dalam
skema RSPO telah menghancurkan hutan gambut kaya karbon di Sumatera dan
Kalimantan serta mendorong satwa harimau Sumatera dan orangutan menuju
kepunahan.
Ini saatnya bagi P&G untuk
membersihkan dirinya dari keterlibatan bisnis kotor mereka dengan
sejumlah produsen dan pedagang yang tidak bertanggungjawab seperti Musim
Mas, Kuala Lumpur Kepong Berhad (KLK).
Tidak
ada alasan lain untuk bertanggungjawab, kecuali mengeluarkan kebijakan
nol deforestasi yang ketat dan berhenti berlindung di balik standard
lemah berkelanjutan RSPO, kata Wirendro.
Greenpeace
percaya bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit nasional seharusnya
tidak perlu merusak hutan dan berkonflik dengan masyarakat lokal di saat
sejumlah produsen seperti Golden Agri-Resources (GAR), perusahaan multi
nasional uniliver, Nestle dan L'Oreal dapat menerapkan kebijakan non
deforestasi.
Laporan Greenpeace terakhir
mengungkapkan skandal bagaimana P&G dengan secara gamblang menyeret
individu konsumen yang memakai produknya ikut bertanggungjawab atas
kepunahan satwa dilindungi di Sumatera dan Kalimantan.
Namun
hingga saat ini P&G terus mengingkari bukti tak terbantahkan
keterlibatan mereka atas kepunahan orangutan dan harimau Sumatera di
saat lebih dari setengah juta orang di seluruh dunia telah meminta
mereka untuk berkomitmen melindunginya, demikian penjelasan Wirendro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar